Minggu, 24 April 2016

Fonologi Bahasa Indonesia Universitas Bina Darma Palembang



TUGAS FONOLOGI BAHASA INDONESIA
BUNYI SUPRASEGMENTAL





Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fonologi Bahasa Indonesia



Oleh
Andi Burka
Dosen Pembimbing : Hastari Mayrita. M. Pd.





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BINA DARMA PALEMBANG
2014/2015






BUNYI SUPRASEGMENTAL



Telah menjelaskan di muka bahwa bunyi-bunyi bahasa ketika di ucapkan ada yang bisa disegmen-segmenkan, diruas-ruaskan, atau di pisah-pisahkan, misalnya semua bunyi vokoid dan kontoid. Bunyi-bunyi yang bisa di segmentasikan ini disebut bunyi segmental.  Tetapi ada juga yang tidak bisa disegmen-segmenkan karena kehadiran bunyi ini selalu mengiringi, menindih, atau “menemani” bunyi segmental (bak vokoid maupun kontoid). Oleh karena itu sifatnya yang demikian, bunyi itu yang disebut bunyi suprasegmental, alih-alih disebut nonsegmental.
Oleh para fonetisi, bunyi-bunyi suprasegmental ini dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu yang menyangkut aspek :
a)      Tinggi-rendah bunyi (nada),
b)      Keras-lemah bunyi (tekanan),
c)      Panjang-pendek bunyi (tempo),
d)     Jeda atau Persendian

1.      Tinggi-Rendah (Nada, Tona, Pitch)
Ketika bunyi segmental diucapkan selalu melibatkan nada, baik nada tinggi, sedang, atau rendah. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor ketegangan pita suara, arus udara, dan posisi pita suara ketika bunyi itu diucapkan. Makin tegang pita suara, yang disebabkan oleh kenaikan arus udara dari paru-paru, makin tinggi pula nada bunyi tersebut. Begitu juga posisi pita suara. Pita suara yang bergetar lebih cepat akan menentukan tinggi nada suara.
Dalam bahasa-bahasa bernada atau bahasa tonal, seperti bahasa Thai dan Vietnam, nada ini bersifat morfemis, dapat membedakan makna.
Nada yang menyertai bunyi segmental di dalam kalimat disebut intonasi. Dalam hal ini biasanya dibedakan adanya empat macam nada, yaitu:
a.       Nada yang paling tinggi, diberi tanda dengan angka 4
b.      Nada tinggi, diberi tanda dengan angka 3
c.       Nada sedang atau biasa, diberi tanda dengan angka 2
d.      Nada rendah, diberi tanda angka 1

2.      Keras-Lemah (Tekanan, Aksea, Stress)
Ketika bunyi-bunyi segmental diucapkan pun tidak pernah lepas dari keras atau lemahnya bunyi. Hal ini disebabkan oleh keterlibatan energi otot ketika bunyi diucapkan. Suatu bunyi dikatakan mendapat tekanan apabila energi otot yang dikeluarkan lebih besar ketika bunyi itu diucapkan. Sebaliknya suatu bunyi dikatakan tidak mendapatkan tekanan apabila energi otot yang dikeluarkan lebih kecilketika bunyi itu diucapkan.
Walaupun dalam praktiknya kerasnya bunyi juga berpengaruh pada ketinggian bunyi, karena energi otot berpengaruh juga pada ketegangan pita suara, kedua bunyi suprasegmental ini bisa dibedakan. Buktinya tekanan keras dengan nada rendah pun bisa diucapkanoleh penutur bahasa. Hal ini sangat bergantung pada fungsinya dalam komunikasi.

3.      Panjang-Pendek (Tempo)
Bunyi-bunyi segmental juga dapat dibedakan dari panjang pendeknya ketika bunyi itu diucapkan. Bunyi panjang untuk vokoid diberi tanda satuan mora, yaitu satuan waktu pengucapan, dengan tanda titik. Tanda titiksatu [.] menandakan satu mora, tanda titik dua [:] menandakan dua mora, dan tanda titik tiga[:.] menandakan tiga mora. Sementara itu bunyi-bunyi untuk kontoid diberi tanda rangkap, dengan .... geminat

4.      Jeda atau Persendian
Yang dimaksud dengan penghentian adalah pemutusan  suatu arus bunyi-bunyi segmental ketika diujarkan oleh penutur. Sebagai akibatnya, akan terjadi kesenyapan diantara bunyi-bunyi yang terputus itu. Kesenyapan ini bisa berada di posisi awal, tengah, dan akhir ujaran.
Jeda berkenaan dengan hentian bunyi dalam arus ujar. Disebut jeda karena adanya hentian itu. Jeda ini dapat bersifat penuh dan dapat bersifat sementara. Biasanya dibedakan adanya sendi dalam atau internal juncture dan sendi luar atau open juncture.
Sendi dalam menunjukkan batas antara satu silabel dengan silabel yang lain. Sendi dalam ini, yang menjadi batas silabel, biasanya diberi tanda tambah (+).
Sendi luar menunjukkan batas yang lebih besar dari segmen silabel. Dalam hal ini biasanya dibedakan :
a.       Jeda antarakata dalam frase diberi tanda berupa garis miring tunggal (/)
b.      Jeda antarfrase dalam klausa diberi tanda berupa garis miring ganda (//)
c.       Jeda antarkalimat dalam wacana diberi tanda berupa garis silang ganda (#)






DAFTAR PUSTAKA


Muslich, Masnur. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Bina Darma Palembang



FONOLOGI BAHASA IDONESIA
FONEM DASAR DAN PROSEDUR ANALISIS












Disusun Oleh : Kelompok 5


Nama                :1. Andi Berka                             NIM 141320003
      2. Verginia Pratiwi Putri             NIM 141320008








PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BINA DARMA PALEMBANG
2015/2016





FONEM DASAR DAN PROSEDUR ANALISIS
1.Definisi Fonem Dan Jenisnya
Fonem adalah bunyi terkecil suatu bahasa yang berfungsi membedakan makna. Berdasarkan rumusan tersebut jelas bahwa fonem mempunyai “fungsi pembeda”,yaitu pembeda makna.Pengartian fonem juga bisa diarahkan pada distribusinya, yaitu perilaku bentuk linguistik terkcil dalam bentuk linguistik yang lebih besar.
2. Definisi Fonem Dan Jenisnya
Fonem adalah bunyi terkecil suatu bahasa yang berfungsi membedakan makna. Berdasarkan rumusan tersebut jelas bahwa fonem mempunyai “fungsi pembeda”,yaitu pembeda makna.Pengartian fonem juga bisa diarahkan pada distribusinya, yaitu perilaku bentuk linguistik terkcil dalam bentuk linguistik yang lebih besar.
3. Dasar-Dasar Analisis Fonem
Dasar-dasar analisis fonem adalah pokok-pokok pikiran yang dipakai sebagai pegangan untuk menganalisis fonem-fonem suatu bahasa.Pokok –pokok pikiran tentang bunyi berbentuk pernyataan-pernyataan yang lumrah atau maklum sehingga tidak perlu dipersoalkan lagi, maka pokok-pokok pikiran itu bisa disebut premis-premis.
Pokok-pokok pikiran adalah sebagai berikut:
1. Bunyi-Bunyi Suatu Bahasa Cenderung Dipengaruhi oleh lingkungannya
Premis ini bisa dibuktikan dengan deretan bunyi pada kata-kata bahasa Indonesia berikut:
[nt] pada [tinta] dan [ṇḍ] pada [tuṇḍa]
[mp] pada [mampu] dan [mb] pada [kәmbar]
[ñc] pada [piñcaƞ] dan [ƞg] pada [taƞga]
[ƞk] pada [nanka] dan [ñj] pada [panjaƞ]
Deretan bunyi tersebut saling mempengaruhi dan saling menyesuaikan demi kemudahan pengucapan.
2. Sistem Bunyi Suatu Bahasa Berkecenderungan Bersifat Simetris
Kesimetrisan sistem bunyi ini bisa dilihat pada bunyi-bunyi bahasa Indonesia berikut.Selain ada bunyi hambat bilabial[p]dan [b],juga ada nasal bilabial[m].Selain ada bunyi hambat dental[t] dan [d],juga ada bahasa nasal dental [n].Pemikiran pola simetris ini bisa dikembangkan pada sistem bunyi lain ketika menemukan fonem-fonem yang menyangkut bunyi-bunyi bahasa yang diteliti,baik pola-pola atau sistem pengucapan maupun pola-pola atau sistem fonemnya.
3. Bunyi-Bunyi Suatu Bahasa Cenderung Berfluktuasi
Gejala fluktuasi bunyi ini sering dilakukan penutur bahasa,tetapi dalam batas-batas wajar,yaitu tidak sampai membedakan makna.
4. Bunyi-Bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis digolongkan tidak
                  berkontras apabila berdistribusi komplementer dan atau bervariasi bebas.
Tidak berkontras adalah tidak membedakan makna.bunyi-bunyi dikatakan berdistribusi komplementer apabila bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis itu saling mengekslusifkan.
Contoh:Bunyi[k]dan [?]adalah bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis.Dalam bahasa indonesia,kedua bunyi itu saling mengekslusifkan.bunyi [k]tak pernah menduduki posisi[?]dan bunyi[?]tak pernah menduduki
5. Bunyi-bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis digolongkan ke
dalam fonem yang berbeda apabila berkontras dalam lingkungan yang sama atau mirip.
Mengetahui kontras tidaknya bunyi-bunyi suatu bahasa dilakukan dengan cara pasangan minimal,yaitu penjajaran dua atau lebih bentuk bahasa terkecil dan bermakna dalam bahasa tertentu yang secara ideal(berbunyi)sama,kecuali satu bunyi yang berbeda.
Contoh:[tari] -[dari]
[paku]-[baku]
Prosedur Analisis Fonem
Prosedur yang dilakukan para linguis dalam analisis fonem:
1. Mencatat korpus data setepat mungkin dalam transkripsi fonetis
Korpus data ini bisa dari ucapan kata-kata terpisah dari penutur asli bahasa yang diteliti,percakapan sehari-hari,cerita –cerita pribadi.
2. Mencatat bunyi yang ada dalam korpus data ke dalam peta bunyi.
Depan Tengah Belakang
Tinggi I U
Agak Tinggi I ә
Agak Rendah ԑ O
Rendah a
3. Memasangkan bunyi-bunyi yang dicurigai karena mempunyai kesamaan fonetis.
Bunyi-bunyi dikatakan mempunyai kesamaan fonetis apabila bunyi-bunyi tersebut terdapat pada lajur sama,kolam sama atau pada lajur dan kolam yang sama.
Contoh:1)[p]-[p’]
2)[p]-[b]
3)[t]-[t’]
4. Mencatat bunyi-bunyi selebihnya karena tidak mempunyai kesamaaan fonetis.
Bunyi-bunyi yang tidak mempunyai kesamaan fonetis adalah bunyi[s],[c]dan [h].
5. Mencatat bunyi-bunyi yang berdistribusi komplementer.
6. Mencatat bunyi-bunyi yang bervariasi bebas.
[p] [p]
Golongan 1 Golongan 2 Golongan 2
1)[#pa+pan#] ‘papan’ 3)[#pi+kīr#] 9)[#fi+kīr#]
Kalau [p] dan [f] bervariasi bebas
Ternyata: [f] sebagai onset silaba dalam kata golongan 2-1
[p] sebagai koda silaba bervariasi bebas denfan f dalam kata-kata
golongan 2
[p] sebagai onset silaba dalam kata golongan 1
Jadi [p] dan [f] adalah alofon dari fonem yang sam, pada kata golongan , yaitu fonem /p/ .
7. Mencatat bunyi-bunyi yang berkontras dalam lingkungan yang
sama(identis).
Contoh:14) [#kԑcap’#] ‘kecap’
18) [#ki+cap’#] ‘kicap’
Lingkungan identis adalah [#k..+cap’#]
Jadi [ɛ] dan [i] adalah alofon dari fonem yang berbeda, yaitu fonem /ɛ/ dan /i/.
8. Mencatat bunyi-bunyi yang berkontras dalam lingkungan yang
mirip(analogis).
Contoh: 6) [#pa+sar#] ‘pasar’
12) [#bә+sar#] ‘besar’
Lingkungan yang mirip adalah [#p…+sar#] dan [#b…+sar#]
Jadi ,[a]dan [ә] adalah alofon dari fonem yang berbeda ,yaitu fonem /a/ dan /ɘ/.
9. Mencatat bunyi-bunyi yang berubah karena lingkungan.
Contoh:
[k]: plosif ,velar mati [k]: plosif, palatal mati
7) [#kә+lap’+ kә+lip’# ‘kelap-kelip’ 3) [#pi+kīr#] ‘fikir’
8) [#ku+ku#] ‘kuku’ 9) [fi+ḳīr#] ‘fikir’
Ternyata: [k] jika diikuti oleh vokoid belakang.
[ḳ] jika diikuti oleh vokoid depan
Jadi, [k] dan [ḳ] adalah berubah lingkungan
11. Mencatat bunyi-bunyi yang berfluktuasi.
Contoh: 4) [#pa+pa+ya#] ‘pepaya’
16) [pɘ+pa+ya#] ‘pepaya’
Yang tidak berkontras atau tidak membedakan makna. Oleh karena itu, kedua bunyi korpus tersebut dianggap sebagai bunyi yang berfluktuasi.
12. Mencatat bunyi-bunyi selebihnya sebagai fonem tersendiri.
Contoh: [s],[c],[h].
Bunyi-bunyi tersebut dianggap sebagai fonem tersendiri,yaitu/s/,/c/,/h/.
11. Mencatat bunyi-bunyi yang berfluktuasi.
Contoh: 4) [#pa+pa+ya#] ‘pepaya’
16) [pɘ+pa+ya#] ‘pepaya’
Yang tidak berkontras atau tidak membedakan makna. Oleh karena itu, kedua bunyi korpus tersebut dianggap sebagai bunyi yang berfluktuasi.
12. Mencatat bunyi-bunyi selebihnya sebagai fonem tersendiri.
Contoh: [s],[c],[h].
Bunyi-bunyi tersebut dianggap sebagai fonem tersendiri,yaitu/s/,/c/,/h/.
















Soal !!
1.      Sebutkan prosedur analisis fonem? (Mega Agustiana)
2.      Jelaskan pengertian analisis fonem? (Midra Azrianti H)
Jawaban
1.      Prosedur analisis fonem
a.       Mencatat korpus data setepat mungkin dalam transkripsi fonetis
b.       Mencatat bunyi yang ada dalam korpus data ke dalam peta bunyi.
c.       Memasangkan bunyi-bunyi yang dicurigai karena mempunyai kesamaan fonetis.
d.      Mencatat bunyi-bunyi yang berdistribusi komplementer
2.      Fonem adalah bunyi terkecil suatu bahasa yang berfungsi membedakan makna. Berdasarkan rumusan tersebut jelas bahwa fonem mempunyai “fungsi pembeda”,yaitu pembeda makna.Pengartian fonem juga bisa diarahkan pada distribusinya, yaitu perilaku bentuk linguistik terkcil dalam bentuk linguistik yang lebih besar.








DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2013. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta:Rineka Cipta.
Muslich, Masnur. 2010. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara